Selasa, 18 Oktober 2011

ISENG

hahaha.........sudah lama saya meninggalkan blogspot. Blogspot telah memberikan pengalaman kepada saya sebagai blogger pemula, namun berhubung banyak blogger otomotif yang mangkal di wordpress, maka, pindahlah saya, hehehe

sekian deh....udah lama gak posting, ini sekedar curcol aja, salam

Senin, 11 Juli 2011

pemindahan blog ke wordpress

kepada follower sekalian, mungkin tulisan ini adalah yang terakhir dalam blog ini. Sebab, saya sekarang memakai wordpress sebagai domain blog saya yang baru

alamatnya:http://motorsayatromol.wordpress.com/

salam

Sabtu, 11 Juni 2011

Review RD Shimano Tourney


image courtesy of cambria.bike.com
Artikel ini termasuk rangkaian oret2an saya di forum sepeda, hehehe, jadi maklum kalau sedikit berantakan.

Sy make RD tourney stelah melakukan upgrade besar dgn speda murah saya (sepeda cina --")
dan yg saya rasakan slama ini:

RD dgn kode TX 51 ini cukup akurat kalau dipakai commuting, mungkin krena adany guide pulley di bag ujung belakang RD, yg mana tdk terdapat pd RD Tourney lain, seperti TX31, dan terutama TY series.

Sebetulny kapasitas max RD ini adalah 7 speed (bahkan dpt dipaksa dgn 8 speed, namun tdk dianjurkan krn akan merusak per RD berikut lengan2ny) namun karena minim dana, sy memasangkan dgn 6 speed (cupu skali y? wakakaka)
berikut ini penilaian subjektif sy terhadap RD kelas bawah Shimano ini

Harga : (7/10) dgn dana 70 rban, anda bs memiliki RD bermerek Shimano dgn kualitas yg cukupan, sgt terjangkau bt pemula bersepeda yg baru sekali memulai hobiny.

Material : (6/10) material RD TX 51 ini ada yg terbuat dr plastik, shingga bs dibilang ringkih dan mudah patah kalau utk XC berat, tp klo bt komuter, cukup kuatlah, soalny kan tak akan dibanting2, hehe.

Penampilan : (6/10) dominasi warna hitam memberi kesan gagah, namun segera terlihat kalau bahan RD ini msh mngandalkan plastik, shingga kurang menunjang penampilan. Namun, penampilan bkn sgalany, karena segi performa bs dikatakn cukup utk pemula komuter.

Berat : (6/10) RD ini bs dibilang berat, karena dimensi yg cukup besar, namun berat tsb tdk signifikan.

Performa ; (7/10) Walau material tdk begitu bagus dan cukup berat, toh RD ini mampu merepons gerakan shifter dgn cukup responsif. Nyaris tak ada miss shifting, akurat jg utk kelasny, but, FYI, RD ini pernah sy siksa dgn membabat banjir yg cukup dalam smpai merendam RD, tp saat itu RD ttep lancar berfungsi dan gak kluar karat, pdhal abis banjir itu, speda br dicuci bbrp hari stlah menerabas banjir.

Kesimpulan : Bg yg br memulai bersepeda, jgn malu utk memulai dgn Shimano Tourney TX 51, RD ini (dan jg grupsetny, yg sebag bsr berasal dr non series) cukup memadai krn bs dikatakan ckp tangguh utk kperluan standar, tp jgn berharap bnyk utk shifting sgt responsif spt Deore XT, krn RD ini lbh mementingkan keakuratan shifting, tp krg responsif.

Sekian, semoga berguna

Salam

Jalur Sepeda

image courtesy of  bandung.detik.com
Mungkin akhir2 ini sedang ramai-ramainya digalakkan jalur sepeda di beberapa kota besar. Saya kebetulan mengetahui ini dari pengamatan sendiri (saya tinggal di kota Bandung) di mana ada beberapa lajur sepeda yang telah dibuat, namun belum dioptimalkan, atau tepatnya belum dipakai secara optimal. Begitu pula jalur sepeda di Jakarta yang katanya dipakai sebagai tempat parkir mobil sampai tempat mangkal becak. Kebetulan, saya menemukan sebuah artikel menarik mengenai sikap sebuah majalah otomotif terkenal terhadap jalur sepeda, artikelnya di sini:

http://motorplus.otomotifnet.com/read/2011/06/03/319947/122/14/Pembukaan-Jalur-Khusus-Sepeda-Biker-Layak-Meminta-Lebih

. Nah, yang menariknya adalah, mereka juga menyatakan bahwa seharusnya pembayar pajak seperti pengendara motor aka motoris, lebih berhak mendapat jalur motor dibanding pemakai sepeda yang tidak membayar pajak. Dari situ mulai timbul pertanyaan dari benak saya, apa perlunya motor diberi jalur khusus? Bukannya motor cukup dengan jalur regular saja. Apa yang ada dibenak saya ini sebetulnya bukannya memojokkan pengendara motor, karena saya sendiri adalah motoris sekaligus pemakai sepeda. Dan lagi, biasanya mayoritas pengendara sepeda pun juga memiliki kendaraan bermotor yang dibayar pajaknya secara teratur (biasanya sih, walau gak semua).

Motor sendiri kan dikenal sebagai kendaraan yang bisa selap-selip, dan tentunya kelebihan ini akan terbatasi seandainya motor dimasukkan dalam satu lajur khusus, yang tentunya akan lebih sempit dari jalur regular. Nah, tentunya kita juga tahu bahwa pengendara motor di Indonesia, taat jalur regular pun terkadang tidak. Seringkali mereka memakai trotoar. Apabila aturan ini diterapkan, tentunya akan mubazir. Karena pasti akan ada pelanggaran. Lagipula rasanya juga pasti seperti terkungkung dalam satu lajur sempit.

Nah, mengenai jalur sepeda, ini sih memiliki fungsi yang jelas, yaitu melindungi pengendara sepeda, sekaligus juga menghindari pengendara bermotor terganggu akan keberadaan sepeda di jalur regular. Kita sendiri juga tahu kan, avs (average speed) sepeda tuh paling kencang juga 17-30 kpj. Kalau di kompetisi baru mendekati 60-90 kpj avsnya. Dengan sendirinya, kendaraan bermotor yang melaju dengan avs kira-kira 30-70 kpj tentu akan terganggu dengan sepeda yang melaju dengan lambat. Ingin nyalip takut tiba-tiba sepeda itu berbelok tanpa memberi tanda, ingin menunggu, tentunya tidak enak menjalankan kendaraan bermotor pada kecepatan selambat itu. Jadi, keuntungan jalur sepeda itu ya bagi kedua belah pihak.

Saya juga kebetulan memposting artikel ini di sini:

http://sepedaku.com/forum/showthread.php?56799-Opini-sebuah-majalah-otomotif-mengenai-jalur-speda

dan tanggapan para forumer sepeda tentunya cukup keras, sampai menyuruh menulis surat pembaca untuk protes terhadap artikel ini. Yang ingin saya ketahui sebetulnya sih opini para pengendara sepeda mengenai artikel ini, tapi yang pasti, saya termasuk yang kurang setuju akan adanya jalur motor, sebab bisa dibilang kurang berguna, baik bagi pengendara lain maupun bagi pengendara motor itu sendiri. So, check me if i wrong. Saya pikir juga pemikiran saya ini harus dikoreksi dan dilengkapi, mungkin ada yang mau memberi masukan?

Salam

Sabtu, 12 Maret 2011

Shogun 110, jagoan yang tidak pudar oleh jaman

Jelas motor saya sendiri ini, :P

Kita tentu mengenal Suzuki Shogun 110. Motor ini termasuk jagoan ngebut pada masanya. Karena menganut kapasitas silinder yang cukup besar di masanya untuk ukuran bebek 4 tak, 110 cc. Motor ini adalah motor bebek Suzuki yang pertama di Indonesia, yang memakai sistem 4 tak.

Untuk urusan akselerasi, motor ini cukup baik. Top speed diklaim mencapai 120 kpj pada saat masih baru. Oleh karena itu, Shogun 110 masih terhitung cukup kuat untuk digunakan dewasa ini, meskipun produksinya sudah lama dihentikan. Motor ini, terutama generasi awalnya, Shogun "kebo", cukup digemari karena kualitas dan ketahanannya, juga karena akselerasi dan top speednya.

Sayangnya, model Suzuki Shogun 110 (FD110) yang di downgrade menjadi Suzuki Smash (FD110X), tidak bisa sukses di pasaran, antara lain karena kualitasnya yang dianggap tidak bisa menyamai Shogun 110. Entah karena terlalu ringan dan juga karena sering miss shift (penulis sering mengalami ini karena penulis sendiri memiliki sebuah FD110X).

Shogun 125 juga tidak bisa sukses di pasaran entah karena kalah nama dari Honda Supra X 125, atau karena kualitasnya yang menurun (dianggap menurun) dari FD110. Karena Shogun 125 generasi awal yang berkode FD125X pada dasarnya merupakan bore up atau stroke up (yg mana yg benar saya lupa) dari FD110X aka Smash, sehingga kelemahannya pun dianggap sebelas duabelas. Namun secara keseluruhan karakter mesinnya jelas masih seperti original FD110. Kuat di tarikan akhir. Seri Shogun ini juga keluar dengan seri SP, dengan perbedaan berkopling dan tidak memiliki starter elektrik. Seri ini tergolong cukup seret penjualannya, karena angka penjualan jauh dibawah kompetitor.

Lain lagi FL125, motor yang ditasbihkan sebagai the new Shogun125 menggantikan seri FD ini tarikan akhirnya justru tergolong biasa saja, top speed standar. Tapi akselerasi dan tarikan awalnya jelas di atas rata2 FD series. Lebih cocok digunakan dalam kota dan keadaan stop and go. Tapi digunakan secara long distance pun juga masih nyaman. Seri SP dari FL125 sudah memiliki starter elektrik, tapi malah menjadi kelemahan dari SP seri ini, adanya starter elektrik menghambat gasingan mesin. Namun, SP seri ini memiliki kelebihan juga, yaitu jarang adanya miss shift dan kopling selip. Seri Shogun ini pun, penjualannya dikategorikan seret dan sedikit. Sejauh ini tak ada yang bisa menyamai kegemilangan era Shogun FD110.

Pada akhirnya, terbukti bahwa Shogun 110, entah  yang kebo ataupun New, merupakan motor bebek 4 tak Suzuki yang paling sukses dan sampai saat ini tak ada produk motor bebek 4 tak Suzuki yang menyamai angka penjualan Shogun110 ini.

apa perlu kita mengupgrade sebuah sepeda?



image courtesy of wikipedia.org
author:Degen Earthfast



Di postingan pertama saya ini, saya ingin menjelaskan sesuatu mengenai upgrade speda. Meskipun judul blog saya memakai salah satu nama motor yg cukup dikenal di Indonesia, tapi minat saya tak terbatas pada motor saja. Kebetulan saya masih SMA kelas 3 dan belum mengantungi SIM, sehingga sehari2 sekedar ke sekolah memakai sepeda. Artikel ini saya ambil dari oret2an saya di forum sepeda indonesia, di mana saya menjadi membernya.

Saya sempat menulis sebuah opini saya mengenai baik/buruknya atau penting tidaknya mengupgrade speda. Berikut kutipan postingan saya tersebut

"Sesuaikan spedamu dengan medan dan gaya bersepdamu (merangkum dari om Repson dan om2 sepuh yg lain)
klo anda memang bersepeda ala downhill, jangan merasa sayang utk mengupgrade ke Saint (ato paling minimal SLX) karena memakai Deore k bawah sangat beresiko di medan downhill. Upgrade sperti ini justru dapat dimaklumi karena ada alasan yg kuat utk itu.

klo anda all mountainers, beli SLX ato minimal Deore, karena utk itulah part itu dibuat. Kalau kelas anda sudah kompetisi, tidak ada salahnya pakai XT atau bahkan XTR

Klo anda cuma main XC, jgn merasa rendah diri klo cuma pake Acera/Alivio/Deore, karena itu memang dirancang utk peruntukkannya. Upgrade memang bisa meningkatkan performa, tapi tak terlalu signifikan, malah tidak begitu terasa perlu menurut saya. CMIIW.

Klo cuma sekedar komuter, pakai Tourney atau Altus sudah cukup untuk itu, tapi klo anda merasa kemampuan shiftingnya kurang baik, pakailah produk trekking atau hybrid, seperti Deore hybrid, tapi ubahan ke Deore trekking sudah sangat baik menurut saya (malah sebaiknya ambil Acera/Alivio saja). Ubahan ke Deore XT trekking hanya utk keperluan kompetisi atau medan komuting anda cukup keras sehingga membutuhkan part yg tangguh.

jadi begitulah, part2 dirancang utk berbagai peruntukkan. Tentu tak ada yg melarang anda memakai XTR utk komuting, tapi kemampuannya terasa mubazir karena tidak sesuai peruntukkannya. Upgrade atau tidak adalah pilihan hidup, anda bisa memilih mana yg sesuai dengan peruntukkannya (dan juga sesuai dengan gengsi anda), karena org memiliki kemampuan finansial dan selera yg berbeda2. Tapi paling penting adalah upgrade dulu performa dengkul anda, baru upgrade grupset anda. Jadi kita memiliki alasan yg kuat klo ingin upgrade, karena memang spedanya sudah tidak bisa mengikuti kita lagi. Ini adalah alasan upgrade yg masuk akal dan masih bisa diterima secara umum.

BTW : saya juga overkil, tapi overkill terpaksa, karena saya pakai speda gunung om saya, yg grupsetnya Deore LX, utk komuting. Tapi harap menjadi perhatian, speda itu beserta grupsetnya sudah berusia 20 th lebih. Ingin downgrade tentu sayang karena part2nya memiliki kebanggaan sebagai part2 MTB medium level pada jaman dulu. Lagipula memang terasa bahwa Deore LX ini menang dalam urusan akurasi shifting serta daya tahan dibandingkan Tourney yg berusia 18th lebih muda (kebetulan saya juga punya satu speda bergrupset Tourney, tapi tak akan saya upgrade, toh hanya utk komuting). Itu pilihan anda untuk melakukan apapun pada sepda anda, tapi saya harap anda memperhatikan poin2 yg tercantum pada postingan saya. CMIIW."






Begitu kira-kira opini subjektif saya mengenai masalah perlu tidaknya upgrade bagi sepeda.